(Kisah pemilik kedai makanan di
Manado)
Ngomong soal makanan, mungkin orang
Manado jagonya. Makanya ada guyonan: “biar
bodok di laeng, mar jangan bodok di makan” …kurang lebih gini terjemahan
bebasnya: boleh-boleh aja bodoh di banyak hal, tapi jangan bodoh soal makan
Itu juga salah satu sebab kalo
jumlah kedai makanan di Manado cuma beda sedikit sama jumlah pemabuknya,…hehehe.
Nah, berkaitan dengan itu, tanpa sengaja gue nemuin fenomena yang
unik. Ternyata banyak pengelola kedai makanan namanya Ola. Emang
sich Ola cuma nama kecil, ato nama panggilan. Nama lengkapnya
bervariasi. Febiola, Poula, Youla, Enola, Serviola, ato Fanyola. Belom
ada sih yang nama lengkapnya Drakoula, Ebola, ato tola-tola.
Lantaran udah berkeluarga, langganan
di kedai makannya manggil tante Ola. Tapi tante Ola di Teling beda sama
tante Ola Karombasan, Kleak, Lorong Anoa, Warembungan, Pondang, Perkamil,
Wanea, ato Tuminting. Kesamaannya cuma 1: semua gode-gode. Maklum,
namanya juga penjual makanan. Agak aneh kalo penjual makanan kurus
kering. Bisa-bisa calon pembeli mikir kalo makanan yang di jual kurang
bergizi, ato mengandung zat-zat berbahaya yang bikin chef-nya males makan
masakannya sendiri.
Tante Ola yang bakal gue
kupas,…eh,..maksudnya gue ceritain di sini, nama lengkapnya Paula Mince
Moningka. Wanita 42 taon yang tingginya 157 cm, and berat 73 kg.
Doski mungkin tergolong salah satu
wanita paling happy di dunia, coz ampir 2 x 24 jam doski menebarkan senyum.
15 tahun nggelutin usaha kampung
tenga (perut) ratusan orang, memberikan cakrawala baru di hidup tante Ola. Khususnya soal karakter unik manusia.
Sebenarnya tante Ola pernah kuliah
di Akademi Perhotelan. Cita-citanya jadi
Manager Hotel, merangkap chef master, ato kepala koki. Tapi jalan hidupnya berubah ketika ketemu
Luky Waleleng,-cowok super manis yg lantaran saking manisnya, slalu bikin ofu
(lebah) deng bifi (semut) bakucigi lantaran pengen caper ke Luky.
Beruntung, Ola-lah yang akhirnya
berhasil menyingkirkan ofo deng bifi-bifi laeng, and membawa Luky ke Altar
pernikahan, sampe sekarang, walau dengan itu Ola harus rela mengubur
cita-citanya jadi Manager Hotel sekaligus chef master, karena doski terpaksa berhenti
di semester 1.
Ola selalu tersipu malu tiap ingat
moment itu. Di malam yang dingin, dan
gelap sepi, ia dan Luky saling memadu kasih, hingga tanpa sadar ketika masuk
level warning, Luky terlalu lama ‘batono Ladung’-nya. Dan,...the show must go on. Tidak ada yg perlu di sesali. Hidup terlalu
indah cuma untuk di penuhin penyesalan (cie,..cie,…)
Makanya tante Ola ngga pernah paham
apa itu Ujian komprehensif, Yudicium, Dies natalis, ato Zoom meeting, kalo ngga
denger ocehan sekelompok mahasiswa yang selalu milih meja nomor 11.
Doski-pun cuma bisa termangu
mendengar istilah Retort, Pack in oil, Quality Assurance, ato Tuna saku
yang kerap di lontarkan sekelompok karyawan perusahaan yang selalu memesan meja
di pintu masuk.
Dirinya cuma bisa mengingat beberapa
istilah asing, seperti Save deposit box, Amortasi, Obligasi, RUPS, atau Saksi Mahkota
yang kerap diucapkan sekelompok bapak muda terpelajar (keliatannya…) yang doyan
ngopi sambil melahap nasi jaha di meja 7.
Buat tante Ola jauh lebih penting paham
Jahe sebagai penambah rasa pedas sekaligus pembangkit selera, atau minyak
goreng yang ngga boleh dipake berulang lebih dari 3 x sebelum jadi racun, atau
kemiri sebagai pengental makanan, atau juga bawang putih plus susu kedele
sebagai pengganti vetsin.
Tapi tante Ola nyimpen baik-baik di
otaknya muka seseorang yang 3 bulan lalu nulis surat lamaran kerja yang isinya
mirip pengemis meminta sepiring nasi, tapi 6 bulan kemudian ngga brenti
memprovokasi rekan kerjanya menentang semua kebijakan di tempat kerjanya,
sambil mencap para pimpinannya sebagai keledai dungu yang tak berpri
kemanusiaan.
Tante Ola juga hafal meja favorit
sepasang mantan kekasih yang menjalin cinta lagi setelah dicomblangin
Facebook, walau masing-masing telah berkeluarga.
Atau tingkah laku seorang pria 45-an
yang setiap saat berusaha merayu wanita muda yang dianggapnya menarik, untuk diajak
jalan-jalan, dan,….yayayaya….
Tante Ola juga ngga pernah lupa
gelagat 2 pria bergaya jurnalis yang rajin ketemuan sama pria-pria
perlente, dan selalu ditutup sama penyerahan amplop (Keesokannya
slalu muncul pemberitaan miring di sebuah surat kabar terkemuka, tentang
sepak terjang seseorang yang diindikasi sebagai saingan si-pemberi amplop)
Walau mulanya bingung dengan istilah
haecker…haecker yang selalu dilontarkan 4 anak muda di meja 5, akhirnya
tante Ola tahu tentang pembuat akun-akun palsu Facebook yang tujuannya
menjaili orang lain, bahkan rekan sendiri, demi keuntungan pribadi.
Tante Ola-pun maklum sama kelakuan
beberapa tamunya yang sengaja meninggikan decibel suaranya saat mengucapkan
kota-kota wisata di daratan Eropa, mobil bermerek Jaguar, Lamborghini,
ato BMW, agar terkesan berkelas.
Sebenarnya udah banyak orang yang
nawarin tante Ola untuk ngembangin usaha. Tapi tante Ola nolak halus dengan
alasan cuma tahu bumbu Cakalang garo rica, Ayam bumbu rw, perkedel nike,
Tinutuan campur, sayur paku, ato Ayam suir-suir. Padahal benak
sederhananya mbisikin kalau semua usaha selalu berfluktuasi mengikuti trend. Apapun
kondisinya, toh tiap orang pasti butuh makan. Ngga perduli Iphon 11 turun
jadi 3 jutaan, ato Exapnder Sport bisa
didapet cuman 120 juta. Orang bisa
berhenti pake lipstick, parfum, ato anti aging. Tapi ngga mungkin
berhenti makan.
------------------oooo-------------
Waktu malem makin larut, dan langganan
beranjak pulang, tante Ola termenung di sudut favoritnya. Menghitung
pendapatan, dan merencanakan masakan hari esok. Senyum lelahnya berpadu
dengan kepuasan. Baginya, menjual makanan tidak sekedar menghitung
selisih yang besar antara pengeluaran, dan pemasukan, tapi juga soal ketetapan
hati. Soal bagaimana ia menghidangkan makanan yang tidak mahal tapi
bermutu.
Tante Ola nolak untuk menipu
pelanggannya dengan nyuguhin bahan baku makanan yang sudah afkir, apalagi
busuk. Laba bukan segalanya. Kepercayaan dan kepuasan pelanggan adalah
dasar yang fundamental meraih laba. Tante Ola bukan cuma nawarin makanan
sehat dan berkualitas, tapi juga hati yang hangat. Kebusukan tak pernah
berumur panjang. Begitu filosofinya.
Tante Ola emang cuma perempuan biasa
yang suka terpancing ngerumpiin perempuan laen yang kecentilan, atau
bertingkah over acting dengan pakain minim, sambil nyusurin beranda Gereja.
Mirip cacing keluar tanah lantaran banjir.
Tapi tante Ola terlalu lugu untuk
nanggepin soal reformasi, people power, supremasi hukum, degradasi lingkungan,
ato krisis energy. Capek. Katanya.
Tante Ola cuma bisa ‘menjaga’
kalimat turun temurun dari opa-omanya. “Perbuatlah pada orang lain, sebagimana kau ingin orang lain perbuat”
Baginya, nolong tetangga yang ngetok pintunya malam buta
karena anaknya panas tinggi masih lebih mudah dan kena sasaran, ketimbang
demonstrasi demi perbaikan harga Cengkih dan Pala.
Otaknya lebih mudah paham untuk
ngeralain 2 pemuda mabuk yang nolak bayar waktu makan di kedainya. Toh cuma
2 piring, katanya. Itung-itung amal, katanya.
Otaknya juga tetep ngga terganggu
sama Syamas and Penatua yang ngga pernah lupa minta sumbangan ke
rumahnya, tapi selalu lupa ngunjungin tiap hari ulangtahunnya.
Tante Ola cuma cuek waktu 8 dari 10
ibu-ibu di kompleksnya saling bersaing beli tas dan sepatu mahal utk anak-anaknya yg baru masuk SD. "Ini masalah harkat dan
martabat.." Bisik salah satu ibu. (martabat keju apa coklat,..tanya tante Ola waktu itu)
Tante Ola ngga ambil pusing
waktu rombongan ibu-ibu histeris ketika mall-mall mentereng tumbuh kayaq
jamur merang di bekas pantai Manado. Malah, waktu rombongan tetangganya
nyarter open cap untuk nyerbu diskon Samsung Galaxy Bima Sakti, tante Ola malah
mikirin soal kolaborasi rasa Spaghety sama Rahang Tuna….hehehe,..
(Tante Ola ngga pernah lupa kata-kata temen baiknya yang bakal pindah ke luar negri ikut suami: hidup ngga usah maksa. Jalanin
apa adanya. Buat apa maksa cari lagu yang baru dipromosiin. Kan
cepat ato lambat, kita bakalan denger juga di youtube…)
Hehehe, lucu juga sih pesan-pesannya. Hidup ngga usah maksa, koq pake bawa2 Youtube.
(Tulisan ini pernah gue muat di Blog gue yg lain, pd
December 2011. Dan tulisan ini just for Fun. Ngga ada niatan laen. And nama ato tempat cuma kebetulan. Maksudnya kebetulan gue tulis...hehehe)