Pada suatu ketika di era Pandemi pada 20 Agustus 2020
Kalo judul tulisan ini gue bikin “Pertemuan Yang Tak Di harapkan” mungkin bisa menimbulkan preseden yang kurang eloklah. Walau gue sempet tergoda untuk bikin judul begitu, tapi gue batalin dengan kesadaran (kalo pingsan mana bisa nulis….hehehe)
Sebagai bawahan, kalo gue di panggil bos ke rumahnya di Manado, kan gue bertanya-tanya,…aduh kenapa nih….? Soalnya ngga lazim kalo boss manggil ke rumahnya di Manado. Ada masalah apaan ya….? Biasanya juga ngobrolnya di kantor.
Pas di Manado, cuma ngobrol 2 menit, terus boss ngeluarin amplop. “Bin, karena ni taon ngana ngga ada perjalanan dinas, nih buat ngana jalan-jalan ama keluarga…”
Hehehe,…tentunya pertemuan itu sangat di luar dugaan kan. Pertemuan, dan isi amplop yang tidak di harapkan.
Kurang lebih seperti itulah rencana judul yang yang tadinya gue mau bikin, tapi gue batalin.
Udah ah intermezonya. Kita langsung ke session talk show yang gue rasa juga ngga kalian duga. Dan anggap aja ini reportnya.
-------------ooo-------------
Joseph: yang berubah adalah saat ini lebih banyak implementasi. Lebih punya planning
Endi : hidup itu Anugrah Tuhan hingga sampai saat ini masih sehat dan baik-baik saja, walau ada banyak tantangan dan cobaan
Eko : saat ini kita lebih simultan, terarah, dan lebih focus
Ngga ada yang salah sama semua pendapat kawan-kawan. Karena itu kan yang kalian alami, dan yakini.
Tapi sebelum lebih jauh, gue punya cerita nih
Sebuah mesin kapal rusak, dan tidak ada yang bisa memperbaikinya, maka mereka membawanya kepada seorang insinyur Mekanik berpengalaman 40 tahun.
Dia memeriksa mesin dg hati-hati, dari atas ke bawah. Setelah melihat semuanya, pria itu merogoh tasnya dan mengeluarkan palu kecil. Dia dengan lembut mengetuk sesuatu. Seketika, mesin hidup kembali. Mesinnya sudah diperbaiki.
7 hari kemudian pemilik kapal mendapatkan tagihannya sebesar $ 10.000.
“Apa ?” Kata pemiliknya. “Anda hampir tidak melakukan apa-apa. Kirimkan tagihan terperinci kepada kami…”
(kalau si mekanik bisa menyelesaikan pekerjaannya selama 30 menit, hanya dengan mengetuk-ketukan sebuah palu, hal itu karena ia telah menghabiskan waktu 10 tahun untuk belajar bagaimana melakukan pekerjaan itu dalam 30 menit. Jadi, dia di bayar bukan untuk 30 menit mengketuk-ketukan palu, tapi untuk 10 tahun tersebut)
Semua sepakat bahwa kalian tidak pernah memikirkan bagaimana kalian menjalani kehidupan setelah wisuda 26 tahun lalu. Kalian membiarkan semuanya mengalir.
Disadari apa engga, walau kita meyakini kita telah menjalani hidup sebagaimana adanya, atau dalam kalimat umum sebagai “membiarkan semuanya mengalir” toh faktanya tidaklah demikian. Kenapa ? Karena pada kenyataannya, alam sadar kawan-kawan tidak pernah benar-benar rela “membiarkan semuanya mengalir” sebagaimana adanya.
Dalam kesadaran kawan-kawan,- yang seringkali malu-malu untuk diungkapkan, kawan-kawan mau dan telah berperan aktif dalam “mengendalikan” yang mengalir, sehingga tidak lagi jadi sebagaimana adanya, melainkan sebagaimana seharusnya.
Oke, kita kasih contoh penting dalam hidup kawan-kawan: memilih istri
Ngga elegan dong kalo kawan-kawan bilang bahwa dalam memilih istri, kawan-kawan berpegang pada “membiarkan semuanya mengalir” …heeyyy, halooo, itu kan sama aja kawan-kawan bilang “Ah, bodo amat, siapapun jadi istri gue,…yang penting perempuan, dan ada lobangnya…” (sory kalo talalu kasar….hehehe….)
Ketika memutuskan untuk menikahi istri kawan-kawan, walau mungkin engga berpegang teguh pada bibit, bebet, dan bobot, tapi pastinya kawan-kawan akan melibatkan pemikiran, pertimbangan, serta perasaan (perhitungan)
Begitu juga ketika ente memilih jadi Pengusaha, Bankir, atau PNS. Bekerja itu passion. Choice. Dan ‘pilihan’ adalah kata kunci dari totalitas pengendalian, yang ironisnya bertolak belakang dengan “membiarkan semuanya mengalir”
Ketika Michael Jordan pensiun dari dunia basket, media Amerika menulis: Michael Jordan adalah salah satu orang yg telah memenuhi impian warga Amerika.
Apa sih mimpi warga Amerika (atau mungkin impian hampir semua manusia) ?
Dapat melakukan apapun yang mereka inginkan, dan tidak
melakukan apapun yang tidak ingin mereka lakukan. (dasar pemikirannya adalah kekayaan yang
mereka miliki )
Disadari atau tidak, sebagian besar orang sebenarnya berharap bisa mengendalikan semua hal yang ingin mereka kendalikan.
Ketika kita dipertemukan dalam angkatan 1989 FPIK, itu
adalah keniscayaan. Suka ngga suka, kita
emang harus terkumpul di sana. Tapi
ketika kita menjalin pertemanan, itu adalah pilihan. Karena gue bisa aja kenal Tato, Endi,
Eko. Tapi kalo gue ngga mau jadi temen
kalian, itu kan urusan gue…pilihan gue.
--------ooo-----------
Ada hal menarik yang gue pelajarin dari FB soal pertemanan. Ketika Si- A diminta untuk menuliskan teman-teman terbaiknya, si- A menulis B, C, D and F. tapi ketika si-D dimintakan hal yg sama, ia malah tidak memasukan si-A.
----------ooo-------------
26 taon kita udah melangkah meninggalkan salah satu episode penting di hidup kita: Wisuda. You know what it mean….? 26 tahun adalah 9.490 hari, atau 569.400 jam. Dan untuk kurun waktu tersebut, otak kita mengalami proses penuaan normal, yang berakibat pada penurunan kemampuan multitasking, dan perlambatan pemrosesan memori. Itu sebabnya kita cenderung kesulitan mempelajari hal baru.
Pada kondisi itu, kita akan lebih sulit mengingat janji, nama dan angka. Ironisnya, sebagian besar kehidupan kita akan berkutat dengan 3 hal tersebut: janji (komitmen), nama, dan angka.
30 tahun kita menjalin pertemanan. Apakah Tato, Eko, Endi, ato gue yang sekarang adalah kita-kita yang saling kenal pertama 30 tahun lalu ? Ya engga lah. Bahkan wujud, atau casing kita aja udah berubah. Rapuh, kusam, dan melar….hehehe.
Kita adalah sosok baru dalam casing yang sama. Pergulatan panjang kehidupan telah mengikis, atau menambah/merubah karakter, sikap, perspective, atau totalitas jati diri kita.
Steven Covey dalam bukunya '7 habits' bilang: 'Di mana kita berdiri, tergantung di mana kita duduk. Keputusan-keputusan yg yang kita ambil, tergantung dari bagaimana sudut pandang kita...'
Ada satu bahasa yang jujur suka gue bilang ke putri-putri gue kalo lagi emosi waktu adu argumentasi. “Ngoni mungkin lebih cerdas dari papa and mama, tapi papa dan mama pernah muda, mar ngoni belum pernah tua….”
Hahaha,….walaupun kalimat tersebut terkesan ‘curang’ dalam sebuah debat, tapi justru dalam muatan kalimat yang terkesan lemah itulah terkandung ‘kekuatan’ seperti cerita sang mekanik tadi.
Di sanalah totalitas kita. Penjelasan paling simple tentang berubahkah kita setelah 30 tahun lalu ? Kita menua karena kita pernah muda. Pada rentang waktu muda – tua itulah kita bertransformasi menjadi ‘siapa kita’ saat ini.
( hehehe, kepanjangan ya…mungkin sampe sini udah mulai bosen ya mbaca….ato malah udah yang muntah…? Oke, ngerokok and ngopi dulu deh…..hehehe )
Lanjut jo,….?
Ingat apa yang gue bilang bahwa kita semua berawal dari pece’ ? Tanpa di komando, kita sepakat kalo aktifitas mendaki gunung (bahasa lain dari pece’) telah kita jadikan filosofi dalam menjalani kehidupan pasca sarjana….? Tapi apa emang betul begitu ? Cuma ngoni yang tau depe jawaban sebenarnya.
----------ooo---------
Guys, coba deh diem
sejenak, terus bayangin seraut, 2 raut, 3, 4, atau 10 raut wajah yang pengen
kalian bayangin dari temen-temen FPIK angkatan 1989. Vike Mukuan keq, Henki Lumeno, Widi
Kumolontang, Nurbadria Malibu, Evelyn Lonteng, Roby Montolalu, ato Wiwin
Winarty (weeyy,…plis jangan nuduh gue yang engga-engga karena nyebut nama
mereka. Lah kan emang mereka angkatan
1989). Ato yah ngoni pe diri masing-masing
ajalah yang jadi samplenya.
Coba inget-inget, apa yang ada di benak kita, ato temen2 lain waktu kita kuliah pertama kali, ato tarolah di semester 1. Ada berapa banyak sih yang di benaknya bakal ngapain, ato bakal jadi apa setelah kelar kuliah…?
Kalaupun ada yang kala itu mindsetnya menggapai puncak karier di bidang tertentu, paling cuma 6 dari 100 orang. Hehehe,..lah wong di semester 1 aroma kita masih aroma SMA koq. Buku, cinta, kampus, uang kost. Ngga lari jauhlah dari seputaran itu.
Dari banyaknya perbedaan antara kita, menurut gue, cuma ada 1 persamaan prinsipil yang mengumpulkan kita di FPIK sbg Angkatan 1989 : Harapan
Kalo kita berandai-andai, misalnya, saat ini ada orang yang punya kuasa untuk mengumpulkan semua angkatan 1989, dan nyuruh kita kuliah lagi di kelas yang sama, dengan mata kuliah yang sama, untuk ngambil S2 dengan biaya penuh dari si empunya kuasa tadi, menurut ngoni, berapa persen kemungkinannya bisa terlaksana…….. ?
Buat gue, mungkin jawaban yang pas adalah analogi bahwa kita berawal dari pece’
Terakhir, gue punya lagu dari umur-umur muda kita dulu. Walau mungkin ngoni ngga percaya gue bakal nyodorin lagu ini,...wkwkwkwk...coba dengerin aja. klik ini:
https://www.youtube.com/results?search_query=nani+sugianto+saat+saat+indah
Udah, gitu dulu. Udah boring nulis……wkwkwkwk
Salam Nelayan Tua.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar