Episode 1.
Apa yang ada di benak kalian waktu liat gambar ini….? Kerinduan, nostalgia, love love,…mmmhhh mister bombastic,…what ever.
Di foto ada Lab basah Likupang & pohon Ketapang. Lokasi terpencil di mana kita dipaksa ‘menghilangkan’ sebagian hak kita sbg manusia oleh senior2 kita di tahun 1989, atau 32 tahun yang lalu. Dan kalo rata-rata umur kita sekarang adalah 51 tahun, berarti pada waktu itu kita baru 19 taon bro/i…mama mia, papa mia, kakak mia, ade mia. Masih Polubi, alias polos, lugu, dan biongo…
Sekarang, di antara kita udah ada yang di panggil opa dan oma, ato kakek dan nenek.
Tapi waktu itu, ngga seekorpun,..upss, maksudnya seorangpun, yang tahu bakal merit ama sapa. bakal nggandeng tangan siapa,…ato di gandeng tangan siapa ke bioskop Presiden, ato Benteng…wkwkwk. Yaelah,..ngga usah tersipu-sipu geto keles. Palingan dapa inga itu siapa yang nyipok siapa dalem bioskop,…kikikikik.
Ngomong ketapang di FPIK, berarti juga ngomong soal Opspek (masih gitu toh istilahnya ?).
Sebuah ‘ajang tebar pesona’ terselubung buat ngincer mahluk-mahluk/berondong manis bakal calon gebetan, yang dikemas dalam ‘paket lengkap’
And walau ketapang engga se-exotis Spongebob Squarepants, toh berkontribusi lumayan buat neduhin kepala-kepala yang panas lantaran Matematika, Statistika, and Fisika. Cuman ya gitu deh, ketapang tetep aja cuma pohon, bukan mata kuliah olah raga air yang slalu di rindukan kaum pria, lantaran parade paha mulus gratis yang menyehatkan mata...kwkwkw.....preeet,..aduh, entut. Sory,…(mudah-mudahan ngga bikin batal puasa temen2 yg lagi menjalaninnya)
Ketapang emang ngga bisa di pisahin dari kisah FPIK ‘89. ‘Terlalu manis untuk ilupakan’…kata syair lagu Fungky Kopral,..eh,..Slank kote kang (kalo soal lagu, mungkin susah nyari tandingan mba Asri Silvana Naiu. Coz dari isyu yg pernah beredar, doski pernah nolak tawaran jadi Manager grup band asal Malaysia. Fenomena Band, -yg ngetop sama lagu ‘Tiada Yang Lain’)
And ngomongin ketapang, juga ngga harus searching mbah Google buat nyari tau apakah ketapang di FPIK di tanam sejak masa keemasan Kutai kertanegara, ato Syailendra.
Pastinya juga, di bawah ketapang dan sekitarnya, ribuan liter cap tikus pernah beruaya dari kerongkongan hingga lambung para mahluk yang mungkin saat ini udah nyandang gelar Prof, Dr, Phd, Msi, MSc, dll
And ngga sedikit juga kisah berpacu dalam melody dari calon bokap yg semula begitu fasih nyanyiin ‘Nothing gonna change my love for you’ ke calon nyokap anak-anak, tapi berakhir dengan balasan sendu ‘Pergilah Kasih’-nya Chrisye dari si cewek, karena cowoknya juga nyanyiin lagu yang sama ke bakal calon nyokap lain. Huhuuuyyy…
Uniknya, walau ketapang tak lekang di makan waktu, ato Ketapang never die, toh tetap aja ngga pernah di bikin judul skripsi.
Coba deh tanya enci V. Modaso, apa ada judul Skripsi kayaq gini (Misalnya) :
“Pengaruh Pellet Biji Pepaya, dan Kerimbunan Ketapang Pada Pertumbuhan Scylla serrata ”
Ato begini: “Analisa Produktifitas Alat Tangkap Artifisial Ikan Demersal Dikaitkan Dengan Ukuran Daun Ketapang”
Ato juga “Pengaruh Penambahan Garam, Juice Daun Ketapang, dan Enzym Bromelin Pada Pertumbuhan Bakteri Stapylococcus Aureus”
(sssttt,..sengaja gue tulis yg keliatan sedikit ilmiah & keren supaya dikira jago,…ueeekk,..preeet)
oooooooooooo
Ternyata, Ketapang juga ‘daseng terselubung’ buat ngelirik pak dosen yg manis, berwibawa tapi macho, ato yg nggemesin. Ato bu dosen yang anggun, and bahenol waktu jalan sambil megal-megol, and mata kedap-kedip kayaq lampu bis kota. Kota di Mosambique. Wkwkwkw….
Oh my God, gue nulis apaan…? Tapi sayang ah mau di apus)
Ketapang adalah ‘Titik Nol” perjalanan veteran FPIK. Termasuk Ank ’89.
Where ever you go, what ever you do, and what ever you now,…faktanya, kita pernah sama-sama berteduh di bawah pohon yang sama: Ketapang FPIK.
Kita pernah saling kenal, dan menimba ilmu bersama.
(ini nama-nama Angkatan 1989 FPIK Unsrat. Klik ini:
https://photos.app.goo.gl/TEg7iTNXTce4Cmht9
ooooooooooooooo
Episode 2
Dulu, ngga bisa di pungkirin ada banyak kisah yang tersulam, terpintal, dan tagiling-giling.
Kita mungkin pernah saling marah, saling diam, cemburu, ato sakit hati. Tapi karena kita temenan, jadi kita punya cukup toleransi untuk memaafkan dan melupakan.
Gue ngga yakin bener, tapi gue pikir, kepergian salah satu rekan kita Belly Watuseke untuk selama-lamanya, menautkan kita lagi. Mengumpulkan kita dalam sebuah grup WA. Grup yg unik tapi cukup amazing.
Koq unik ? Kong dang,…masa eneq…? Ya, karena grup yg mungkin asal mulanya di organisir karena keperdulian untuk berbagi pada sesama angkatan 1989 yang di timpa nestapa, akhirnya berlanjut sebagai wadah “komunitas kaum gaek” yang berupaya bernostalgia ke masa-masa paling genit dalam hidup mereka (wooyyy,…biasa aja. Ngga usah berkerut begitu tuh kening. Modapa lia tambah besaeee…..wkwkwkwk)
Padahal, kalo kita merujuk dari tujuan awal grup ini, yang demi berempati dan berbagi pada rekan alumni yg berduka, sebenarnya nama yg pas adalah Grup duka angkatan 1989. Tapi mungkin bakalan kedengeran kurang etis lah. Ya sudahlah,..apapun itu, faktanya gue salut, respek, and kasih 4 jempol untuk semua temen2 yg membangun dan mengorganisir grup ini. Kalian emang,…ehmmm….keren.
Ok, gue cerita dikit di hari waktu dapet info dari Tato kalo Belly udah pergi untuk selama-lamanya. Jam 16.00 tanggal 24 Maret 2021. Kaget dan sedih bercampur. Tapi begitulah kenyataannya. Tuhan sudah berkehendak. And gue yakin walaupun Tato doyan bakusedu, mar doski ngga pernah bakusedu soal berita duka.
Singkatnya, setelah baku kontak, akhirnya kita terkumpul di A-Three café, Bahu Mall. Eko, Tato, Stanley, Ray, Isjrak, and gue.
Sebenarnya kehadiran Isjrak cukup di luar dugaan. Karena dia ada urusan dinas Prop. Gorontalo. And kebetulan salah satu kolega Stanley pengen ketemu. Jadi di atur sedemikian, bakudapa di situ.
Sambil nyari tongkrongan yang pas, tiba-tiba bro Alam Lawelle ng-video call di Iphon 11-nya Eko. Walau dalam suasana sedih and muram, mas Alam yang emang bawaannya ramah and ceria, nyapa kita semua dari balik kotak Iphone 11 bro Eko. Yah, kita ngga sampe cipika cipiki sih. Ngga enak diliat orang nyiumin Iphone 11-nya Eko, gengsi dong di bilang mangkage. And lagipula kan kita di masa Pandemi. Musti jaga jarak bibir…
Ngomong mas Alam, gue inget dulu doski pernah ngajarin gue disco di kamar legendarisnya mas Eko and bro Stanley. Srisolo homestay.
Mas Alam bilang badan gue kaku kayaq tentara. Jadi doski yang pria romantis abis, ngerasa terganggu kalo salah satu temen MPA Zoox’-nya ngga bisa disco. Jadi di daulatlah gue belajar disco, dengan alunan lagu It Must Have been love-nya Roxxete.
Make believing
We're together
That I'm sheltered
By your heart
Sayangnya, niat baik and antusias mas Alam ngga membuahkan anak,…eh, hasil maksudnya. Gue tetap ngga bisa disco. “Ngana pe suara mendayu-dayu, mar badan kaku sekali kwa noh …” Begitu pujinya…..kwkwkw. I love this guy….
Gue baru bisa disco 10 taon kemudian. Th 1999. Berdua istri gue. Di kamar, dengan lampu di padamkan,..mmhhhhh….au ahh.
Balik ke cerita. Ngga lama berselang, muncul komandan Sunaryo Saripan, diikutin Dede Paransa, bareng anak-anak Mapala Zooxanthellae FPIK Unsrat. Perlu di ketahui, bahwa Almarhum Belly Watuseke adalah 1 dari 13 perintis yang mempelopori lahirnya MPA Zooxanthellae. Begitu juga dengan Nova, istrinya.
Yang lebih bikin suasana duka lebih muram adalah baligo tanda berduka yang memuat foto Belly, yang di bawa personil Mapala Zooxanthellae. Kami terhenyak melihat foto almarhum dg tatapan khasnya. Di sana, di café temaram itu, kami hanya bisa mengheningkan cipta, mengenang, sekaligus berdoa buat Belly, serta Nova dan Gerry. Istri dan anak tercinta yang almarhum tinggalkan.
Waktupun bergulir menerobos malam. Kita terlibat obrolan panjang pendek tanpa topik yang jelas. Suasana duka sedikit berubah karena pertemuan langka tersebut. Ya, entah kenapa, kedukaan-lah yang lebih mampu mempertemukan sosok-sosok yang begitu sulit bertemu dalam kondisi biasa. Suasana duka-lah yang lebih mampu meleburkan begitu banyak perbedaan.
Cinta emang hal paling alamiah yang mampu membakar hangus semua perbedaan menjadi debu kebersamaan. Orang bijak bilang, Kesedihan utama dalam hidup adalah menjalaninya tanpa mencintai.
Malam itu, di Café yang biasanya tutup jam 10 malam, tapi karena permintaan mas Eko Setiawan yg merupakan kawan baik pemilik café (sekaligus pemilik sekian % saham), akhirnya sudi menutupnya pukul 12.
Malam itu, dalam perjalanan pulang dengan mobil Tato yang di driverin Stanley, gue sedih karena harus berpisah selama-lamanya dg Belly. Gue pengen banget ketemu Nova and Gerry, tapi waktu belum mengijinkan. Dan gue cuma bisa berdoa, kiranya Nova tabah menghadapi semua ini.
Malam itu, gue juga ngga bisa nutupin rasa senang gue karena bisa ketemuan temen lama yang ternyata emang udah pada tua-tua, walau dari segi body, gue liat emang mas Sunaryo ama mas Eko tetap konsisten menjaga kebugarannya hingga lebih kekar, dan berotot ketimbang muda dulu. Mereka ngga ubahnya Jason Momoa, pemeran Aqua Man. (Kalo gue Aqua galon…)
Achmad ‘Dede’ Paransa tetap ramping dengan kegantengannya yang khas. Bang Isjrak keliatan jauh lebih berwibawa. Kalo Tato, Endi, and Eko, udah biasa ketemuan. Tetap ngga berubah banyak dari 30 tahun lalu. Sosok-sosok yang tenang, familiar, baik hati, energik, and low profile. Sosok yang dari mereka gue banyak berguru dalam kesenyapan. Alamak, koq gue ngerasa kayaq Kung Fu Panda ya.
Tapi malam itu juga, gue ketemu lagi sama Ray R Reppie. Sosok unik, nyentrik, elegan, cerdas, and ngangenin. Boss. begitu cumuan akrabnya. Ikon FPIK 1989.
Rambut Boss emang udah banyak yang putih. Tapi mungkin itu juga salah satu indikasi kalo dia ngga pernah berhenti berpikir. Dan itu juga yang membuatnya ngga pernah berhenti ngoceh malam itu. Seolah ngga pernah keabisan bahan obrolan. Keceriaan khasnya yang slalu pengen bikin orang lain ceria juga masih kental melekat di dirinya……Omg, koq gue kayaq nyeritain mantan pacar yang udah 40 taon ngga ketemuan ya…..CLBK pasti nonsenlah….
Btw, what ever be done that night, malam itu adalah episode kesedihan mendalam karena kepergian salah satu teman. Belly Watuseke.
Di sebuah tempat, di bawah pohon Ketapang FPIK, sebuah daun tua gugur ke tanah basah…
ooooooooooo
Episode 3.
Belom 40 hari kepergian Alm. Belly Watuseke, kita dikejutkan lagi dengan serangkaian duka.
29 Maret 2021. Meninggalnya Ibunda terkasih rekan Lydia Kojongian.
22 April 2021, kawan kita Donald Leuwol menghadap Yang Maha Kuasa
23 April 2021, meninggalnya suami terkasih rekan Ardiena Mumbunan.
Bicara soal kematian, gue yakin ngga ada kalimat yang lebih baik, selain turut bersedih dalam kesedihan pemangku duka, atau Menangis bersama mereka yang menangis.
ooooooo
Jujur, ngga banyak hal yang bisa gue ceritain soal almarhum Donald Leuwol. Tapi setau gue, dia pernah satu kost sama Constantin Watupongo and Sony Wantah. And yang gue inget juga, almarhum Donald Leuwol karib banget sama Devy Rompis, dan Frans Labobar. Mereka bahkan tergabung dalam sebuah vocal grup.
Sejak tahun 1989, rekan-rekan yang telah mendahului kita.
Delini Lontaan (1991), Iwan Jemy Que (1996), Thelda Kasenda (…?), Hengky Lumeno (2020), Belly Watuseke (2021), dan Donald Leuwol (2021)
ooooooo
For Nova Paath, Lydia Kojongian, keluarga Alm Donald Leuwol, and Nina Mumbunan, kalo kebetulan baca tulisan ini, gue cuma berani bilang dengan tulus: Kiranya Tuhan memberi kekuatan dan ketabahan for ngoni semua.
ooooooo
Nun jauh di bawah pohon ketapang FPIK, kidung nestapa mengalun bersama guguran daun tua, yang menyatu dengan tanah.
Aku tertunduk menghitung waktu.
Jangan pernah mengingat aku. Karena aku hanyalah sebutir debu….
ooooooo
Akhirnya,
Dengan segala kerendahan hati, mohon maaf kalo ada kata yang tidak pantas. Suer, atiq cuma pengen berbagi cerita deng ngoni samua. Cerita nostalgia, dan kerinduan kembang kempis seonggok pria menjelang tua bernama niboR.
Terima kasih for kalian semua. Semoga masih kuat mbaca tulisan panjang-panjang tanpa rasa muntah dan kentut…
Special thanks for mas Eko & nenek Texi yang udah ‘menjerumuskan’ daku ke lembah grup ini. Wkwkwk….
Selamat menjalankan ibadah Puasa bagi rekan-rekan yang menunaikannya.
May God Bless you all
Wangurer, 27 April 2021
Tidak ada komentar:
Posting Komentar